Efisiensi dan Berkelanjutan: Mobil di Era Modern
Mobil Listrik, Apakah Ramah Lingkungan?
Salah satu transportasi sebagai sarana mobilitas masyarakat yang ramah lingkungan adalah mobil listrik. Hal ini disebabkan oleh penggunaan energi listrik dapat diperoleh dari berbagai macam sumber seperti teknologi baterai dan sumber energi terbarukan. Penggunaan mobil listrik di Indonesia telah meningkat pada beberapa tahun terakhir.
Mobil listrik merupakan salah satu sarana transportasi yang bisa memenuhi kebutuhan mobilitas masyarakat namun tetap ramah lingkungan karena tidak memiliki polusi atau emisi gas buang. Banyak sekali dampak negatif dari polusi atau emisi gas buang yang dihasilkan dari pembakaran mesin mobil konvensional. Antara lain dampak negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan manusia serta lingkungan hidup. Pemerintah Indonesia berencana serius dalam mewujudkan konversi kendaraan berbasis listrik (KBL).
Memiliki baterai sebagai sumber energi utama merupakan dasar dari mobil listrik. Secara garis besar kita mengenal dua jenis utama dari mobil listrik yaitu Battery Electric Vehicle (BEV) dan Plug-in Hibrid Electric Vehicle (PHEV),
- Battery Electric Vehicle (BEV)
Hanya mengandalkan energi yang tersimpan dalam kemasan baterai,
- Plug-in Hibrid Electrical Vehicle (PHEV)
PHEV memiliki fleksibilitas yang lebih dalam hal sumber bahan bakar. Tentu PHEV memiliki sumber energi listrik yang di simpan pada baterai namun selain itu PHEV juga bisa dijalankan dengan menggunakan sumber energi dari pembakaran bahan bakar minyak. Ini menjadi salah satu keunggulan kendaraan listrik jenis PHEV.
Menggunakan Baterai sebagai Sumber Energi Utama
Baterai mobil listrik harus memiliki daya tahan yang baik agar dapat menempuh jarak yang cukup jauh. Baterai mobil listrik bermacam-macam tergantung dengan jenis mobil.
Nah, apa saja jenis-jenis baterai mobil listrik?
- Lithium-ion (Li-ion)
- Nickel-Metal Hydride (NiMH)
- Lead Acid
- Baterai Solid-State
- Baterai Nickel-Cadmium
- Ultracapacitor
- Ternary lithium-ion (NMC)
Baterai Ternary lithium-ion (NMC) termasuk salah satu jenis baterai mobil listrik yang paling populer di pasar. Baterai NMC memiliki keunggulan berupa kapasitas tinggi, tegangan tinggi, stabilitas termal baik, dan biaya rendah dibandingkan dengan baterai Li-ion lainnya. Baterai NMC juga mengandung nikel yang merupakan elemen penting untuk meningkatkan kinerja baterai Li-ion.
Bagaimana dengan Limbahnya?
Berdasarkan analisis data dari PT. PLN terkait jumlah mobil listrik di Indonesia, diprediksi pada tahun 2030 terdapat 452.259 mobil listrik dengan jenis PHEV dan BEV. Diperkirakan akan terkumpul limbah baterai jenis NMC sebanyak 52.000 ton pertahun.
Baterai kendaraan listrik umumnya menggunakan baterai lithium ion (NMC), yang terdiri atas katoda, anoda, elektrolit, separator dan berbagai komponen lainnya.
Beberapa bahan yang digunakan dalam NMC, seperti logam berat dan elektrolit, dapat menimbulkan ancaman bagi ekosistem dan kesehatan manusia.
Jika NMC bekas dibuang begitu saja dan ditimbun dalam jumlah besar, ini dapat menyebabkan infiltrasi logam berat beracun ke dalam air bawah tanah, yang mengakibatkan pencemaran lingkungan.
Demikian pula jika NMC bekas dibakar sebagai limbah padat, hal tersebut akan menghasilkan sejumlah besar gas beracun, seperti hidrogen fluorida (HF) dari elektrolit di dalam NMC, yang dapat mencemari atmosfer. Oleh karena itu, penanganan limbah dari baterai bekas ini sangat dibutuhkan.
Untuk mengatasi limbah tersebut maka perlu didirikan industri pengolahan limbah baterai agar limbah dapat diolah kembali menjadi bahan untuk membuat baterai. Metode yang cocok digunakan dalam pabrik pengolahan limbah baterai NMC adalah proses leaching kimia hidrometalurgi. Proses leaching katoda baterai membutuhkan Asam Sulfat (H2SO4) 0,8 M dan Hidrogen Peroksida (H2O2) 3% dengan kondisi operasi pada suhu 60 ℃ dan tekanan 1 atm. Proses leaching dapat mengambil kembali material baterai berupa Litium, Nikel, dan Kobalt hingga 80%. Pengambilan logam selanjutnya diambil dengan proses presipitasi. Pengambilan logam Nikel, Kobalt, dan Mangan dilakukan dengan presipitasi menggunakan Natrium Hidroksida (NaOH) pada pH 11 dengan suhu 35 ℃ dan tekanan 1 atm. Sementara logam Litium diambil dengan presipitasi menggunakan Natrium Karbonat (Na2CO3) pada pH 12 dengan suhu 65 ℃ dan tekanan 1 atm.
Kesimpulan
Mobil listrik merupakan transportasi yang ramah lingkungan, diciptakan untuk mengatasi beberapa permasalahan lingkungan dan menipisnya energi tak terbarukan. Namun, ternyata menimbulkan masalah lingkungan yang baru ketika limbah baterai dari mobil listrik tersebut tidak ditangani dengan tepat. Beberapa bahan yang digunakan dalam NMC, seperti logam berat dan elektrolit, dapat menimbulkan ancaman bagi ekosistem dan kesehatan manusia. Untuk mengatasi limbah tersebut maka perlu didirikan industri pengolahan limbah baterai agar limbah dapat diolah kembali menjadi bahan untuk membuat baterai.
Daftar Pustaka
Aprili, A. N., & Sadat, A. M. (2023). Studi Eksplorasi Minat Beli Mobil Listrik pada Generasi Milenial. Journal of Business Application, 2(2), 139-158.
ARYONA, V. A., & Perdana, I. I. (2021). Prarancangan Pabrik Daur Ulang Baterai Jenis NMC Kapasitas 52.000 ton/tahun (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada). Aziz, M., Marcellino, Y., Rizki, I. A., Ikhwanuddin, S. A., & Simatupang, J. W. (2020). Studi analisis perkembangan teknologi dan dukungan pemerintah Indonesia terkait mobil listrik. TESLA: Jurnal Teknik Elektro, 22(1), 45-55.